1.
Pengertian E Government
E-Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah
untuk memberikan informasi dan pelayanan (service) bagi masyarakatnya, yang
berkaitan dengan urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan
pemerintahan. E-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau
administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan
pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian
yang utama adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C),
Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan
yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan,
serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.
Dapat diartikan pula sebagai suatu interaksi
modern antara pemerintah dengan yang diperintah (masyarakat) dan kalangan lain
yang berkepentingan yang melibatkan penggunaan teknologi informasi (internet) dengan
maksud memperbaiki mutu pelayanan yang telah berjalan menjadi lebih baik.
Pengembangan e-government ialah upaya
untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang menggunakan elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas public service secara efektif dan efisien.
Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem management dan
proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan
teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua)
aktivitas yang berkaitan yaitu : pengolahan data, pengelolaan
informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis; pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan
publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah
negara.
Melaksanakan e-Government artinya
menyelenggarakan roda pemerintahan dengan bantuan memanfaatkan teknologi IT.
Dalam arti kata lain adalah melakukan transformasi sistem proses kerja ke
sistem yang berbasis elektronik
ΓΌ Tujuan Implementasi e-Government
a.
Meningkatkan
mutu layanan publik melalui pemanfaatan teknologi IT dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan
b.
Terbentuknya
kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan
secara efektif.
c.
Perbaikan
organisasi, sistem manajemen, dan proses kerja kepemerintahan
2.
E Government di
Indonesia
Tahun 2001 yaitu sejak munculnya Instruksi Presiden No. 6
Tahun 2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan
Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan
teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses
demokrasi. Namun dalam perjalanannya inisiatif pemerintah pusat ini tidak
mendapat dukungan serta respon dari segenap pemangku kepentingan pemerintah yaitu
ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi yang belum maksimal.
Data yang ada, pelaksanaan E-Government di Indonesia
sebagian besar baru pada tahap publikasi situs oleh pemerintah (tahap pemberian
informasi), dalam tahapan Layne & Lee baru masuk dalam Cataloguing. Data
Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan
tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu
operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi
dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Indikator lainnya
adalah penestrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari
total populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah
pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi
penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. (Sumber: Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
Pada tahun 2003 Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang
lebih fokus terhadap pelaksanaan E-Gov, melalui Instruksi Presiden yaitu Inpres
Nomor 3 tahun 2003. Inpres ini berisi tentang Strategi Pengembangan E-gov yang
juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-gov seperti: Panduan
Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen
Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan
lain-lain.
Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh
Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi
penyelenggaraan e-gov di pusat dan daerah. Dalam Inpres ini, Presiden dengan
tegas memerintahkan kepada seluruh Menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati untuk
membangun E-government dengan berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi &
Informasi.
Di
lihat dari pelaksanaan aplikasi e-gov setelah keluarnya Inpres ini maka dapat
dikatakan bahwa perkembangan pelaksanaan implementasi E-Gov masih jauh dari
harapan. Data dari Depkominfo (2005) menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2005
lalu Indonesia baru memiliki:
1. 564
domain go.id;
2. 295
website pemerintah pusat dan pemda;
3. 226
website telah mulai memberikan layanan publik melalui website;
4. 198
website pemda masih dikelola secara aktif.
Beberapa pemerintah daerah memperlihatkan kemajuan cukup
berarti. Bahkan Pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan e-gov untuk proses
pengadaan barang dan jasa (e-procurement). Beberapa pemda lain juga berprestasi
baik dalam pelaksanaan e-gov seperti: Pemprov DKI Jakarta, Pemprov DI
Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta,
Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab. Kutai Timur, Pemkab.
Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang.
Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon tetap
masih di bawah 8 juta satuan sambungan dan jumlah warung telekomunikasi dan
warung Internet yang terus menurun karena tidak sehatnya persaingan bisnis.
Telepon seluler menurut data Depkominfo tersebut telah mencapai 24 juta ss.
Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar bisa mencapai 11%-25%,
kepadatan telepon di beberapa wilayah yang relatif tertinggal baru mencapai
0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi dalam bentuk akses telepon baru mencapai
65% desa dari total sekitar 67.800 desa yang ada di seluruh tanah air. Jumlah
telepon umum yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari target 3% dari total
sambungan seperti ditargetkan dalam penyusunan Program Pembangunan Jangka
Panjang II dahulu.
Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna Internet masih
tergolong rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Hingga
akhir 2004 berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia Jasa Internet
Indonesia (APJII) memberikan jumlah pelanggan Internet masih pada kisaran 1,9
juta, sementara pengguna baru berjumlah 9 juta orang. Rendahnya penetrasi
Internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya
kesenjangan digital (digital divide) yang telah disepakati pemerintah Indonesia
dalam berbagai pertemuan Internasional untuk dikurangi.